Pelaku Jalani Praktik Pemalsuan Air Galon Bermerek di Bekasi Selama 2 Tahun dan Raup Keuntungan Puluhan Juta

Polres Metro Bekasi berhasil mengungkap praktik ilegal produksi dan penjualan air minum dalam kemasan galon bermerek Le Minerale palsu di sebuah depot air isi ulang di wilayah Kabupaten Bekasi. Tersangka berinisial SST, pemilik depot Wijaya Tirta di Kampung Burangkeng, Desa Burangkeng, Kecamatan Setu, ditangkap dalam penggerebekan pada Rabu, 19 Februari 2025.

Kapolres Metro Bekasi Kombes Pol Mustofa menyampaikan bahwa tersangka telah menjalankan usaha ilegal ini sejak 2023 dengan bantuan dua karyawan. Dalam sehari, SST memproduksi sekitar 50 galon air minum palsu.

“Air diambil dari sumur bor tanpa izin dan hanya melalui penyaringan sederhana menggunakan filter air. Galon bekas merek Le Minerale, tutup segel, serta label dibeli secara online seharga Rp2.500 per galon, lalu dikemas ulang agar menyerupai produk asli,” jelas Mustofa dalam konferensi pers di Polres Metro Bekasi, Jumat (23/5/2025).

Air palsu tersebut dijual ke sejumlah warung sekitar wilayah Kabupaten Bekasi dengan harga Rp15.000 per galon. Kegiatan ini berlangsung selama dua tahun dan diduga telah memberikan keuntungan kepada pelaku hingga Rp70 juta.

Pengungkapan kasus bermula dari laporan masyarakat yang mencurigai aktivitas depot air isi ulang tersebut. Setelah dilakukan penyelidikan, penggerebekan dilakukan pada pukul 17.30 WIB dan SST langsung diamankan.

Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa air yang diproduksi SST mengandung bakteri berbahaya seperti coliform dan Pseudomonas aeruginosa, yang berpotensi membahayakan kesehatan konsumen.

Barang bukti yang berhasil disita antara lain 50 galon kosong merek Le Minerale, 5 galon berisi air palsu, 1 karung tutup bekas, 1 karung tutup galon tanpa merek, 17 unit filter kecil, 3 mesin pompa air, 1 filter tabung besar, 1 gulung label merek Le Minerale, dan 1 toren air kapasitas 1.000 liter.

Tersangka telah ditahan sejak 16 Mei 2025 dan dijerat dengan Pasal 8 ayat (1) huruf a, d, dan e jo Pasal 62 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta Pasal 140 jo Pasal 86 ayat (2) UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, dengan ancaman hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda hingga Rp4 miliar.

“Proses penyidikan masih berlanjut untuk mengungkap kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat dalam jaringan ini. Kami juga akan terus meningkatkan pengawasan terhadap produk konsumsi demi melindungi masyarakat,” tegas Mustofa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup