⁠KPI Tekankan Peran Media dalam Bangun Citra Positif Polri Lewat Tayangan Edukatif

Foto: IG/KPI

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Ubaidillah, menegaskan pentingnya media penyiaran dalam membentuk citra positif Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melalui tayangan yang akurat dan mendidik. Hal ini disampaikan dalam diskusi panel Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Humas Polri 2025 yang berlangsung di Jakarta, Rabu lalu.

Dalam pemaparannya, Ubaidillah menjelaskan bahwa KPI menjalankan fungsi pengawasan terhadap lembaga penyiaran televisi dan radio berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002. Ia menegaskan bahwa lembaganya aktif memantau seluruh program siaran, terutama yang menampilkan institusi Polri.

“Kegiatan hari ini merupakan bagian dari upaya membangun citra positif Polri di mata publik. Tayangan bertema kepolisian perlu disajikan secara informatif, edukatif, dan tidak menyimpang dari realitas tugas-tugas aparat kepolisian,” ujarnya dari keterangannya belum lama ini dikutip dari Antara, Minggu (11/5/2025).

Ubaidillah juga menyoroti sejumlah tayangan televisi yang selama ini bekerja sama dengan Polri, seperti program “86” yang pernah ditayangkan di NET TV, serta program “The Police” yang masih tayang di Trans7. Tayangan semacam ini, menurutnya, menjadi objek penelitian akademik, termasuk untuk disertasi salah satu perwira Polri.

KPI mencatat sebanyak 51 pengaduan masyarakat terkait tayangan yang menampilkan kepolisian sepanjang 2019 hingga 2024. Pengaduan tersebut umumnya berkaitan dengan sikap arogansi, intimidasi, serta pelanggaran terhadap norma jurnalistik.

Untuk memastikan kualitas tayangan, KPI mengandalkan 130 tenaga pemantau yang bekerja dalam tiga shift selama 24 jam. Fokus pengawasan tidak hanya pada berita, tetapi juga mencakup dokumenter, drama, dan sinetron yang menampilkan sosok polisi.

Ubaidillah juga mengingatkan pentingnya ketelitian dalam menampilkan atribut dan pangkat kepolisian dalam tayangan drama. Kesalahan kostum atau pangkat dinilai dapat menyesatkan pemahaman publik terhadap institusi Polri.

“Kami terus mengingatkan rumah produksi agar berhati-hati dalam menampilkan tokoh polisi di layar kaca. Kesalahan dalam atribut bisa menimbulkan persepsi keliru di masyarakat,” tuturnya.

Ia juga meluruskan bahwa KPI tidak melakukan sensor tayangan, melainkan hanya melakukan pengawasan pasca-tayang. Adapun lembaga yang berwenang melakukan sensor adalah Lembaga Sensor Film (LSF) melalui penerbitan Surat Tanda Lulus Sensor (STLS).

Di akhir diskusi, Ubaidillah mengajak seluruh jajaran Humas Polri dan pelaku industri penyiaran untuk bersinergi dalam membangun narasi positif tentang kepolisian.

“Kami terbuka terhadap diskusi dan kritik konstruktif demi penyiaran yang sehat dan kredibel. KPI hadir bukan untuk menghakimi, tetapi menjaga agar siaran publik tetap bermutu dan sesuai dengan norma,” tegasnya.

Rakernis Humas Polri 2025 ini menjadi ajang sinergi antara kepolisian, lembaga penyiaran, dan masyarakat guna memperkuat kepercayaan publik melalui komunikasi yang bermartabat dan mencerahkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup