Presiden Prabowo Akan Tarik Utang Rp 781,9 Triliun di 2026, Tertinggi Sejak Pandemi
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto merencanakan penarikan utang baru senilai Rp 781,87 triliun pada tahun anggaran 2026. Jumlah tersebut tercatat sebagai pembiayaan utang terbesar sejak masa pandemi COVID-19 pada 2021.
Rencana itu tercantum dalam Buku II Nota Keuangan Beserta RAPBN 2026 yang dirilis pemerintah. “Dalam RAPBN tahun anggaran 2026, pembiayaan utang direncanakan sebesar Rp 781,868 miliar yang akan dipenuhi melalui penerbitan SBN dan penarikan pinjaman,” tulis dokumen tersebut, dikutip dari DW, Selasa (19/8/2025).
APBN untuk Redam Gejolak dan Dorong Pembangunan
Dalam rancangan APBN 2026, pemerintah menekankan dua agenda utama, yaitu meredam gejolak ekonomi global dan mendukung program pembangunan prioritas.
“Pemerintah memastikan rancangan strategi pengelolaan utang tahun 2026 dapat mendukung agenda tersebut. Kebijakan anggaran yang ekspansif merupakan upaya peningkatan kapasitas fiskal yang dibutuhkan sehingga APBN dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan pencapaian tujuan pembangunan,” demikian tertulis dalam dokumen resmi pemerintah.
Tren Pembiayaan Utang 2021–2026
Data lima tahun terakhir menunjukkan fluktuasi pembiayaan utang:
• 2021: Rp 870,5 triliun
• 2022: Rp 696 triliun
• 2023: Rp 404 triliun
• 2024: Rp 558,1 triliun
• 2025 (outlook): Rp 715,5 triliun
• 2026 (rencana): Rp 781,9 triliun
Dengan demikian, utang pada 2026 menjadi yang terbesar sejak 2021, ketika pemerintah terpaksa menambah pembiayaan secara signifikan untuk menangani dampak pandemi.
“Pemerintah memastikan pengelolaan utang berjalan secara prudent, akuntabel, dan terkendali, sehingga dapat dijaga keberlanjutan fiskal,” tulis dokumen RAPBN 2026.
Prinsip Pengelolaan Utang
Pemerintah menyatakan ada tiga prinsip utama dalam mengelola utang negara:
• Akseleratif, dengan menjadikan utang sebagai katalis percepatan pembangunan.
• Efisien, dengan menekan biaya penerbitan utang melalui pendalaman pasar keuangan dan diversifikasi instrumen.
• Seimbang, dengan menjaga portofolio utang agar optimal, seimbang antara biaya minimal dan tingkat risiko yang bisa ditoleransi.
Defisit RAPBN 2026
RAPBN 2026 memproyeksikan defisit sebesar Rp 638,8 triliun atau 2,48% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit ini muncul karena belanja negara dipatok Rp 3.786,5 triliun, lebih besar dari target pendapatan negara sebesar Rp 3.147,7 triliun.
Foto: Dok. Kemenkeu RI