“3 Menit untuk Indonesia”, Harmoni Nasionalisme dan Budaya di Simpang Cikapayang Bandung
Momen sakral Hari Kemerdekaan ke-79 Republik Indonesia diperingati dengan cara unik dan penuh makna oleh masyarakat Kota Bandung. Salah satu agenda yang mencuri perhatian adalah “3 Menit untuk Indonesia” yang digelar serentak di dua titik utama kota: Simpang Lima Jalan Asia Afrika dan Simpang Cikapayang Dago, pada Sabtu pagi, 17 Agustus 2024, pukul 10.17 WIB.
Di antara keramaian lalu lintas dan hiruk-pikuk kota, suara lagu kebangsaan “Indonesia Raya” menggema dengan khidmat. Para pengendara dan pejalan kaki serentak menghentikan aktivitas mereka selama tiga menit untuk berdiri tegap memberi penghormatan kepada Sang Saka Merah Putih.
Yang menjadi sorotan di Simpang Cikapayang adalah kehadiran Komunitas Cinta Budaya Nusantara (CBN), yang datang dengan 20 anggota mengenakan kebaya merah dan sarung batik. Mereka berdiri tegak di bawah bendera yang diturunkan dari Jembatan Pasupati, menatap khidmat sambil ikut menyanyikan lagu kebangsaan.
“Kami merasa bangga bisa ikut serta dalam kegiatan ini. Sederhana tapi penuh makna. Ini adalah bentuk nyata cinta kami kepada Indonesia,” ujar Ketua CBN, Melosari.
Ia menambahkan bahwa kebaya yang dikenakan para anggota komunitas bukan sekadar pakaian tradisional, melainkan simbol pelestarian budaya dan identitas perempuan Indonesia.
“Dengan mengenakan kebaya, kami ingin menunjukkan bahwa mencintai tanah air bisa dimulai dari mencintai budayanya sendiri,” tuturnya.
Kegiatan “3 Menit untuk Indonesia” sendiri merupakan inisiatif tahunan Pemerintah Kota Bandung sejak 2021. Tujuannya sederhana tapi kuat: membangun kembali semangat nasionalisme di ruang-ruang publik. Setiap tanggal 17 Agustus, masyarakat diimbau untuk menghentikan aktivitas selama tiga menit guna menyanyikan lagu kebangsaan, sebagai bentuk penghormatan kepada para pahlawan dan pengingat akan nilai-nilai kebangsaan.
Kegiatan ini tidak hanya melibatkan komunitas budaya, namun juga seluruh lapisan masyarakat yang secara spontan berhenti dan memberi penghormatan, menciptakan suasana haru yang mengikat dalam semangat kebangsaan.
“Semangat nasionalisme harus ditanamkan sejak dini, bahkan sampai ke darah dan tulang,” tegas Melosari.
Dengan semangat yang sama, Bandung membuktikan bahwa nasionalisme tidak hanya hidup di upacara-upacara formal, tapi juga dapat tumbuh subur di jalanan kota, di tengah warga biasa yang mencintai negerinya dalam bentuk yang paling sederhana namun tulus.
Foto : Istimewa








