Dana Pendidikan: Mewah di Angka, Berantakan di Lapangan, DPR RI: Bukan Miring-Miring, Tapi Serius!

Anggota Komisi XI DPR RI, Melchias Markus Mekeng, angkat suara soal pendidikan nasional. Bukan buat bikin gaduh, tapi karena katanya ada yang janggal dana pendidikan segede gaban, tapi murid di pelosok masih belajar pakai papan tulis bolong, atap bocor, dan guru honorer hidup pas-pasan.

“Bayangin aja, anggaran kedinasan itu Rp104,5 triliun per tahun buat 13 ribu orang. Sementara pendidikan formal cuma kebagian Rp91,2 triliun buat 62 juta siswa. Ini gimana ceritanya?” ujar Mekeng, yang tampak lebih miris daripada marah.

Ia menyarankan agar pemerintah mulai mikir ulang soal prioritas. Menurutnya, alokasi anggaran bisa diputar arah. Kurangi rapat-rapat ber-AC lima hari di hotel bintang lima, terus pindahin duitnya ke sekolah-sekolah yang gentengnya udah nyaris jadi sarang kelelawar.

“Kalau masih banyak sekolah rusak, kelas roboh, guru nggak digaji tepat waktu, kita ini lagi main sandiwara nasional namanya,” katanya, dengan nada separuh satire separuh sedih.

Mekeng menyoroti bahwa ketimpangan pendidikan antardaerah dan kelompok sosial makin menganga. Di satu sisi, ada sekolah pakai VR dan robot pengajar. Di sisi lain, masih ada siswa yang harus nyeberang sungai dan ngumpet dari buaya cuma buat belajar alfabet.

Tak cuma itu, guru juga jadi korban sistem. “Banyak guru di pelosok yang belum jelas statusnya. Ada yang udah ngajar 10 tahun tapi masih dipanggil ‘honorer’, padahal jasanya lebih besar dari rapat-rapat pejabat,” katanya.
Menurut dia, guru bukan cuma pengajar, tapi juga pemupuk masa depan bangsa. Sayangnya, nasib mereka sering dikalahkan oleh kursi empuk birokrat.
Mekeng memperingatkan bahwa Indonesia sedang berada di tengah-tengah bonus demografi.

“Mayoritas penduduk usia produktif. Tapi kalau pendidikannya timpang, bonus bisa berubah jadi bencana. Kita panen usia produktif yang nggak punya daya saing,” ujarnya sambil menekankan: ini bukan ngeramal, tapi ngasih peringatan dini.

Sebagai catatan, APBN untuk pendidikan memang terus naik. Dari Rp542,82 triliun tahun 2020, jadi Rp724,2 triliun di 2025. Tapi realitanya? Banyak yang masih mengais mimpi di kelas rusak, sementara anggaran jalan-jalan kedinasan terus tancap gas.

Mekeng menutup dengan kalimat yang bikin mikir: “Pendidikan itu bukan sekadar angka. Tapi soal niat, prioritas, dan keberpihakan. Kalau itu belum beres, ya pendidikan kita cuma jadi catatan anggaran yang indah di kertas, tapi busuk di kenyataan.”

 

 

 

 

Foto : Antara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup