Jakarta Rayakan Ulang Tahun ke-498: Dari Jejak Sejarah ke Kota Global Berbudaya

Ratusan warga memadati kawasan Monumen Nasional (Monas) sejak pagi. Ondel-ondel menari diiringi musik tanjidor yang menggema, menyambut perayaan ulang tahun ke-498 Kota Jakarta. Perayaan tahun ini tak hanya menjadi ajang hiburan, tetapi juga momen refleksi perjalanan panjang ibu kota dari masa lalu hingga langkah menuju masa depan sebagai kota global.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, peringatan HUT Jakarta diawali dengan upacara resmi. Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung bersama Wakil Gubernur Rano Karno hadir dengan busana adat Betawi, Ujung Serong berwarna hitam, mempertegas komitmen terhadap pelestarian budaya lokal di tengah arus modernisasi.

Upacara Meriah dengan Defile dan Tarian Sejarah

Dengan mengusung tema “Jakarta Kota Global dan Berbudaya”, rangkaian upacara dibuka dengan tiupan terompet yang menandai dimulainya prosesi. Terompet kedua membunyikan tanda dimulainya defile peserta yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat: TNI, Polri, pelajar, serta instansi pemerintahan, termasuk pasukan khas Jakarta seperti Pasukan Oranye (PPSU), Pasukan Putih (tenaga kesehatan), Pasukan Hijau dan Kuning dari dinas kebersihan dan pertamanan, hingga Pasukan Biru dari Dinas Sumber Daya Air.

Salah satu momen puncak adalah pertunjukan tarian kolosal persembahan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta yang mengisahkan perjalanan sejarah ibu kota—bermula dari Sunda Kelapa, berubah menjadi Jayakarta, Batavia, hingga kini Jakarta.
Tarian tersebut membangkitkan kisah heroik Pangeran Fatahillah yang merebut kembali Sunda Kelapa dari tangan Portugis pada 22 Juni 1527. “Aku namakan wilayah ini Jayakarta,” begitu narasi yang menggema di tengah pertunjukan, memperingati hari bersejarah kelahiran kota Jakarta.

Pesan Kepemimpinan: Menuju Jakarta 500 Tahun

Dalam pidato resmin
ya, Gubernur Pramono Anung menyampaikan bahwa ulang tahun kali ini bukan sekadar seremoni, tetapi momentum untuk meneguhkan arah masa depan Jakarta. Ia menegaskan bahwa Jakarta tengah bertransformasi dari pusat pemerintahan menjadi kota pusat ekonomi nasional dan global.

“Jakarta kini bersiap masuk dalam jajaran 50 kota global terkemuka dunia. Untuk itu, kami telah menetapkan visi pembangunan 2025–2029: Jakarta sebagai kota global yang berdaya saing, inklusif, berkelanjutan, dan tetap menjunjung budaya lokal,” ujar Pramono.

Ia juga menekankan pentingnya budaya Betawi sebagai identitas khas Jakarta. Berbagai program diluncurkan untuk merawat dan mengembangkan budaya tersebut, termasuk revitalisasi kawasan Blok M melalui konsep “Blok M Rasa Jakarta Citra ASEAN”, program “Betawi Bangkit, Jakarta Berbudaya”, serta peluncuran Jakarta Tourist Pass.

Inisiatif Inklusif dan Kota 24 Jam

Kepemimpinan Pramono Anung dan Rano Karno (dikenal sebagai “Pram-Doel”) menunjukkan komitmen dalam membangun Jakarta dari bawah. Dalam 100 hari kerja, sejumlah program telah diluncurkan: penyaluran Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus tahap pertama, Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul 2025, akses gratis ke tempat wisata untuk pemegang KJP Plus, hingga pemutihan ijazah bagi siswa kurang mampu.

Tak hanya itu, Pemprov DKI juga telah memperluas akses air bersih, menyerahkan kunci Kampung Susun Bayam kepada warga, dan menyediakan layanan transportasi umum gratis (MRT, LRT, TransJakarta) untuk 15 kategori masyarakat.

Ke depan, Jakarta dibayangkan sebagai kota hidup 24 jam yang ramah warga—dilengkapi taman kota, perpustakaan, museum, dan planetarium yang bisa dinikmati kapan saja oleh masyarakat.

Perayaan Berlanjut hingga Malam Puncak

Usai upacara, perayaan berlanjut dengan hiburan rakyat. Lagu “Cikini Gondangdia” berkumandang, menghidupkan suasana nostalgia. Sementara itu, rapat paripurna DPRD DKI dan jamuan bersama para duta besar negara sahabat menjadi bagian dari agenda resmi peringatan.

Malam harinya, perayaan ditutup dengan panggung hiburan spektakuler di Lapangan Banteng. Artis-artis papan atas seperti Wali, JKT48, Diskoria, Andien, dan Sandy Sandhoro memeriahkan malam puncak. Tak ketinggalan, pentas seni dan budaya juga digelar di Kawasan Kota Tua.

Jakarta kini menatap usia emas di tahun ke-500. Kota ini tak hanya terus bergerak membangun infrastruktur dan ekonomi, tetapi juga menjaga denyut sejarah dan budayanya agar tetap hidup dan dikenang lintas generasi.

Dirgahayu Jakarta ke-498. Dari masa lalu yang gemilang, menuju masa depan yang membanggakan.

 

 

 

Foto: Antara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup