Menuju Pengakuan Dunia, Geopark Sianok-Maninjau Selangkah Lagi Jadi UNESCO Global Geopark
Geopark Nasional Sianok-Maninjau, yang terletak di Provinsi Sumatera Barat, kian mendekati pengakuan bergengsi dari dunia internasional sebagai UNESCO Global Geopark (UGGp). Kawasan ini telah melewati proses verifikasi dari UNESCO, mengandalkan kekayaan geologi, sejarah, hingga keanekaragaman hayati sebagai nilai unggulan.
General Manager Badan Pengelola Geopark Sianok-Maninjau, Zuhrizul, menyatakan bahwa wilayah tersebut telah memenuhi berbagai syarat utama untuk masuk dalam daftar geopark global. “Kita memiliki warisan geologi kelas dunia, mulai dari patahan Semangko hingga kaldera Danau Maninjau yang menyimpan nilai edukatif tinggi dan jejak peradaban kuno,” ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Kamis (19/6/2025).
Geopark ini tidak hanya menawarkan panorama alam yang memukau, tetapi juga menjadi ruang naratif yang memperlihatkan interaksi erat antara struktur geologi dan kehidupan masyarakat. Salah satu elemen geologi paling penting di kawasan ini adalah Sesar Besar Sumatera—struktur tektonik sepanjang 1.900 kilometer yang berperan sebagai penentu utama bentuk morfologi Pulau Sumatra dan menjadi pemicu utama gempa bumi di wilayah tersebut.
Ketua Badan Pengelola Geopark, Fadli, yang juga merupakan dosen geologi di Universitas Negeri Padang, menyoroti pentingnya menyusun narasi ilmiah yang mudah dipahami publik.
“Salah satu tantangan besar adalah bagaimana menyatukan cerita ilmiah dari tiap geosite menjadi narasi terpadu yang bisa diakses dan dimengerti masyarakat luas,” jelasnya.
Bagian integral dari kawasan ini adalah Danau Maninjau, yang terbentuk dari letusan gunung api purba dan menghasilkan kaldera raksasa. Letusan tersebut menyebarkan material vulkanik subur yang hingga kini mendukung kehidupan dan ekosistem di sekitar danau.
Keunikan Sianok-Maninjau juga tercermin dalam budaya lokal, salah satunya pada bentuk arsitektur rumah gadang yang tahan gempa dan dibangun tanpa menggunakan paku—sebuah bukti harmonisasi masyarakat dengan kondisi geologis wilayahnya.
Meski begitu, pengelolaan geopark masih menghadapi tantangan signifikan. Manajer Badan Pengelola Geopark Agam, Jakfar, mengakui perlunya upaya edukasi yang lebih masif kepada masyarakat serta pelibatan komunitas lokal dalam pelestarian kawasan.
“Kita harus memperkuat peran komunitas, mendorong konservasi, dan menjadikan geopark ini model pemanfaatan berkelanjutan,” tuturnya.
Diharapkan, pengakuan UNESCO akan mempercepat penguatan manajemen kawasan, memperluas dampak positif secara ekonomi dan pendidikan, serta mengangkat citra Sumatera Barat di kancah internasional.
Foto: Jakarta Daily