Wakil Ketua MPR RI Ingatkan Dampak Konflik Iran-Israel terhadap Harga Minyak dan Nilai Tukar
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Bambang Wuryanto, mengingatkan pemerintah agar mewaspadai potensi dampak ekonomi dari konflik bersenjata antara Iran dan Israel terhadap sektor energi global. Ia menyebut ketegangan di Timur Tengah itu berisiko mendorong lonjakan harga minyak dunia yang dapat memengaruhi stabilitas nilai tukar rupiah.
“Kalau perangnya agak lama dikit, harga minyak bisa naik. Dan kalau harga minyak naik, itu pasti berdampak pada nilai tukar,” kata Bambang Wuryanto yang akrab disapa Bambang Pacul, dalam keterangan pers yang diterima, Selasa (17/6/2025).
Pernyataan itu disampaikannya saat memberi keterangan bersama Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/6), sebagai tanggapan atas konflik geopolitik antara Iran dan Israel.
Bambang menyoroti bahwa setiap gejolak di pasar minyak global akan berdampak langsung pada penguatan dolar Amerika Serikat dan melemahnya mata uang negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Ia menjelaskan bahwa keterkaitan antara harga minyak dan nilai tukar dolar berakar pada perubahan sistem moneter global sejak 1971, ketika dolar menggantikan emas sebagai patokan harga minyak.
“Ini ilmu sederhana saja. Kalau harga minyak naik, logikanya dolar juga akan naik, dan rupiah akan melemah,” ujarnya.
Namun, ia menilai dampak langsung terhadap pasokan minyak dalam negeri tidak terlalu besar. Hal ini karena sebagian besar minyak yang dihasilkan Iran termasuk dalam kategori heavy crude atau minyak berat, yang tidak kompatibel dengan sebagian besar kilang di Indonesia.
“Kita tidak terlalu banyak memakai minyak berat. Kilang Cilacap memang bisa mengolahnya, tapi jumlahnya terbatas. Jadi, secara teknis, pengaruh langsung terhadap kilang kita tidak terlalu besar,” jelas politisi PDI Perjuangan itu.
Meski demikian, Bambang menekankan bahwa PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN strategis di sektor energi harus tetap bersiap menghadapi kemungkinan terburuk, termasuk fluktuasi harga minyak global yang bisa dipicu oleh konflik Timur Tengah.
“Pertamina tentu sudah punya kajian dan sedang melakukan konsolidasi. Kita harap mereka siap dengan berbagai skenario,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Bambang yang juga anggota Komisi XII DPR RI, turut menyoroti arah kebijakan energi nasional di bawah pemerintahan Presiden RI terpilih Prabowo Subianto. Ia menyebutkan bahwa agenda besar menuju kemandirian energi harus dikaji secara serius dan terstruktur.
“Program pemerintah sekarang ingin mencapai kemandirian energi dalam waktu dekat. Tapi sejauh mana kesiapan itu, dan bagaimana langkah konkretnya, ini yang belum terurai secara rinci di Komisi VII,” ungkapnya.
Ia menambahkan, DPR RI berencana memanggil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, untuk membahas lebih jauh strategi dan peta jalan menuju kemandirian energi nasional.
“Kami akan tanya ke Menteri ESDM soal rinciannya. Kita ingin tahu, program mandiri energi ini akan dibawa ke arah mana dan bagaimana implementasinya,” pungkasnya.
Foto: BBC