Kemenpar Siapkan Regulasi Wisata Edukasi: Menjaga Keselamatan dan Nilai Pembelajaran dalam Study Tour
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mulai menyusun regulasi khusus terkait pelaksanaan wisata edukasi atau study tour, sebagai respon atas perdebatan publik yang terus berkembang mengenai manfaat dan risiko kegiatan tersebut.
Regulasi ini dirancang untuk menjawab kebutuhan akan kegiatan wisata edukatif yang aman, inklusif, dan berdampak positif, terutama bagi para siswa. Fokus utamanya adalah pada keselamatan peserta didik, kesiapan destinasi wisata, serta nilai edukatif dari kegiatan yang dijalankan.
Hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Ni Luh Puspa, dalam forum diskusi bertajuk “Dilarang atau Diatur? Mencari Titik Temu Antara Study Tour dan Masa Depan Pariwisata” yang digelar oleh Forum Wartawan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Forwaparekraf) di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona, Jakarta Pusat.
“Wisata edukasi perlu dirancang dengan hati-hati agar tidak sekadar menjadi perjalanan, namun juga sebagai ruang belajar nyata di luar kelas. Namun, jangan sampai anak-anak kehilangan kesempatan untuk belajar dari lingkungan sekitarnya,” kata Ni Luh dalam siaran pers resmi Kemenparekraf, Senin (19/5/2025).
Ia menekankan bahwa pendekatan pemerintah bukan semata-mata soal membatasi, tetapi menciptakan pedoman yang menjamin keselamatan dan pembelajaran yang bermakna.
“Ini bukan soal angka kunjungan, tapi soal menciptakan manfaat jangka panjang bagi siswa,” ujarnya.
Senada dengan hal tersebut, Deputi Bidang Industri dan Investasi Kemenparekraf, Rizki Handayani, menyoroti ketiadaan regulasi yang selama ini mengatur kegiatan wisata edukasi bagi pelajar. Menurutnya, kehadiran regulasi ini diharapkan akan membawa dampak positif, baik bagi dunia pendidikan maupun industri pariwisata.
“Ini bisa menjadi blessing in disguise. Kita tidak boleh hanya fokus pada larangan, tapi harus mencari cara agar wisata edukasi berjalan secara bertanggung jawab,” ucap Rizki.
Pandangan serupa juga disampaikan Direktur Utama Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Intan Ayu Kartika. Ia menilai pentingnya adanya standar nasional yang mengatur pelaksanaan study tour, mulai dari jumlah pendamping, kurasi materi pembelajaran, hingga aspek transportasi yang aman.
“Anak-anak membutuhkan pengalaman belajar di luar kelas untuk membentuk karakter, namun harus ada standar yang memastikan keamanan dan kebermaknaan kegiatan tersebut,” jelasnya.
Sementara itu, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriawan Salim, mengingatkan bahwa pelarangan total terhadap study tour justru bisa menghapus potensi pembelajaran kontekstual yang sangat dibutuhkan oleh siswa.
“Yang perlu kita hindari adalah tour tanpa study. Kita butuh standarisasi menyeluruh, mulai dari proporsi pendamping, aspek keamanan, hingga substansi edukatifnya,” tegasnya.
Dengan hadirnya regulasi yang tengah disiapkan, diharapkan ke depan akan tercipta ekosistem wisata edukasi yang tidak hanya aman, tetapi juga memberi nilai tambah bagi perkembangan pendidikan siswa Indonesia.