Ekonom UGM: Bansos Digital Langkah Maju, Tapi Pemerintah Perlu Antisipasi Tantangan
Rencana pemerintah untuk mengimplementasikan program bantuan sosial (bansos) digital mendapat sorotan positif dari kalangan akademisi. Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Wisnu Setiadi Nugroho menilai kebijakan tersebut sebagai langkah maju dalam memperkuat sistem perlindungan sosial di Indonesia.
Menurut Wisnu, digitalisasi bansos memiliki potensi besar dalam meningkatkan transparansi dan ketepatan sasaran penyaluran bantuan.
“Digitalisasi menekan biaya administrasi, memastikan bantuan tersalurkan dengan jumlah yang tepat, lebih cepat, dan lebih transparan,” ujar Wisnu dalam keterangannya di Yogyakarta, Rabu (3/9/2025).
Bukan Hal Baru, Tapi Butuh Penyempurnaan
Wisnu mengungkapkan bahwa inisiatif digitalisasi bansos sebenarnya sudah dimulai sejak beberapa tahun lalu. Program-program seperti Kartu Perlindungan Sosial (KPS), Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), hingga Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) merupakan bentuk awal dari transformasi digital dalam distribusi bantuan.
Namun demikian, ia menilai program bansos digital tahun ini diharapkan mampu menyempurnakan berbagai kendala yang masih ditemukan pada periode-periode sebelumnya.
“Digitalisasi ini bisa menjadi solusi berkelanjutan. Tapi harus diperhatikan, jangan sampai malah menciptakan eksklusi atau menyulitkan masyarakat miskin yang seharusnya dibantu,” katanya.
Empat Tantangan Utama
Meski mendukung langkah pemerintah, Wisnu mengingatkan sejumlah tantangan krusial yang perlu diantisipasi, terutama dalam konteks pemerataan akses dan kesiapan masyarakat.
Empat tantangan utama yang ia soroti antara lain:
1. Kesenjangan infrastruktur digital di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
2. Rendahnya literasi digital di kalangan masyarakat miskin.
3. Ketidakakuratan data penerima bantuan yang berpotensi salah sasaran.
4. Risiko eksklusi digital akibat penggunaan otentikasi biometrik yang belum sepenuhnya inklusif.
“Tantangan ini harus diantisipasi agar digitalisasi bansos tidak justru memperburuk akses masyarakat miskin terhadap bantuan,” ucapnya.
Solusi: Dari Infrastruktur Hingga Transparansi Data
Untuk menjawab tantangan tersebut, Wisnu menyarankan pemerintah melakukan empat langkah strategis:
1. Mempercepat pemerataan infrastruktur internet, termasuk dukungan mode offline atau jaringan berkapasitas rendah.
2. Memberikan pendampingan dan literasi digital, khususnya melalui agen lokal yang memahami kondisi masyarakat.
3. Mengintegrasikan data bansos lintas kementerian/lembaga agar lebih mutakhir dan akurat.
4. Membuka akses transparansi publik, seperti dashboard real-time dan kanal pengaduan yang mudah diakses masyarakat.
“Bansos digital hanya akan efektif bila ditopang data yang mutakhir, infrastruktur yang memadai, serta pendampingan langsung bagi masyarakat,” tegas Wisnu.
Tak Hanya Efisiensi, Tapi Juga Inklusi Keuangan
Lebih dari sekadar efisiensi anggaran, Wisnu menekankan pentingnya menjadikan bansos digital sebagai instrumen jangka panjang menuju inklusi keuangan masyarakat miskin. Ia optimistis, jika dijalankan dengan baik, program ini dapat mempercepat pencairan bantuan, memangkas kebocoran anggaran, dan meningkatkan kepuasan penerima manfaat.
“Bahkan bisa menjadi pintu masuk bagi masyarakat miskin ke layanan keuangan formal. Dengan begitu, bansos digital bukan hanya solusi jangka pendek, tapi juga jembatan menuju kesejahteraan berkelanjutan,” pungkasnya.
Foto : Antara