Ekonom: Kenaikan Harga Ayam Bukan Gara-Gara Program Makan Bergizi Gratis

Ekonom EVIDENT Institute, Rinatania Anggraeni Fajriani, menegaskan tudingan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi penyebab naiknya harga daging ayam nasional tidak memiliki dasar kuat secara ekonomi.

Menurut Rinatania, kenaikan harga ayam lebih banyak disebabkan oleh faktor struktural di sektor peternakan, terutama meningkatnya biaya pakan yang mendominasi komponen produksi.

“Sulit menyimpulkan MBG sebagai pendorong utama kenaikan harga ayam tanpa mempertimbangkan faktor yang lebih besar seperti kenaikan harga pakan,” ujar Rinatania dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (5/10/2025).

Sebelumnya, lembaga riset Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menyebut program MBG mendorong naiknya harga ayam dan meminggirkan pedagang kecil. Namun, menurut Rinatania, skala permintaan MBG terhadap total produksi nasional masih sangat kecil sehingga dampaknya terhadap harga pangan tidak signifikan.

Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), kebutuhan daging ayam untuk program MBG tahun 2025 hanya sekitar 70 ribu ton dari total produksi nasional 3,8 juta ton. Artinya, serapan MBG terhadap produksi nasional hanya 1,8 persen.

“Dengan porsi sekecil itu, terlalu berlebihan menyalahkan MBG atas kenaikan harga ayam nasional,” tegasnya.

Rinatania menjelaskan, komponen pakan seperti jagung dan bungkil kedelai menjadi penentu utama harga pokok produksi ayam ras pedaging. Kenaikan harga kedua bahan baku tersebut otomatis meningkatkan biaya produksi dan menekan margin peternak.

“Menyalahkan MBG dan mengabaikan faktor pakan itu seperti menyalahkan barista atas mahalnya harga kopi, padahal harga biji kopi dunia sedang naik,” sindirnya.

Selain biaya pakan, faktor lain seperti fluktuasi musim, penyakit unggas, biaya logistik, dan panjangnya rantai distribusi juga turut memengaruhi harga daging ayam di pasar domestik.

Lebih lanjut, Rinatania menilai kritik terhadap MBG sebaiknya diarahkan pada mekanisme pelaksanaan, bukan pada esensi programnya. Ia mendukung usulan agar pengadaan bahan pangan untuk MBG tidak hanya melibatkan pedagang besar, tetapi juga membuka akses bagi koperasi, UMKM, dan pasar lokal.

“Menghentikan MBG bukan solusi. Justru dengan desain yang inklusif, MBG bisa memperkuat ekosistem pangan nasional dan menjaga stabilitas permintaan pasar,” jelasnya.

Ia menegaskan, persoalan mahalnya harga ayam bukanlah hal baru karena telah lama dipicu oleh masalah pakan dan infrastruktur logistik yang belum efisien.

“Jika analisis publik berhenti di narasi sederhana ‘MBG bikin harga naik’, kita justru gagal melihat masalah mendasar yang perlu dibenahi untuk memperkuat ketahanan pangan nasional,” tutup Rinatania.

 

 

 

Foto : Istimewa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup