Prabowo Buka Suara soal Transfer Data ke AS: Hanya Komersial, Bukan Data Pribadi Warga

Presiden Prabowo Subianto akhirnya angkat bicara mengenai isu sensitif terkait kemungkinan transfer data Indonesia ke Amerika Serikat, yang menjadi salah satu poin dalam pembahasan kerja sama dagang kedua negara. Ia menyebutkan bahwa proses negosiasi masih berlangsung dan belum ada keputusan final.

“Ya nanti itu sedang, negosiasi berjalan terus,” ujar Prabowo saat menghadiri perayaan Hari Lahir ke-27 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Jakarta Convention Center (JCC) belum lama ini, dikutip Jumat (25/7/2025).

Isu transfer data ini mencuat usai munculnya Joint Statement antara Indonesia dan Amerika Serikat dalam kerangka Perjanjian Perdagangan Timbal Balik atau Reciprocal Trade Agreement. Salah satu poin dari pernyataan bersama tersebut adalah penghapusan hambatan dalam perdagangan digital, yang membuka peluang terjadinya aliran data dari Indonesia ke AS.

Menanggapi kekhawatiran publik, Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto menjelaskan bahwa data yang dimaksud bukanlah data pribadi masyarakat Indonesia.

“Yang dimaksud adalah data komersial, bukan data individu. Misalnya data pendidikan itu hanya bersifat umum, dan pengolahannya tidak menyentuh ranah data strategis negara atau data pribadi warga,” kata Haryo kepada wartawan, Rabu (23/7/2025) kemarin.

Ia juga menegaskan bahwa kementerian yang menjadi ujung tombak dalam pengaturan teknis adalah Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkodigi).

“Leading-nya adalah Kemenkodigi untuk pengaturan teknis soal data ini,” tambahnya.

Untuk diketahui, Indonesia telah mengatur pengelolaan data dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Regulasi ini mewajibkan data sektor publik disimpan di dalam negeri, sementara data sektor swasta dapat ditempatkan di luar negeri, kecuali data transaksi keuangan.

Selain itu, Indonesia juga telah memiliki Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) yang berlaku efektif sejak Oktober 2024. Namun implementasinya masih tersendat lantaran belum terbentuknya badan pengawas pelaksana UU tersebut.

UU PDP Indonesia disebut-sebut mengadopsi standar pelindungan data pribadi Eropa (GDPR), sementara Amerika Serikat sendiri belum memiliki undang-undang nasional yang secara khusus mengatur pelindungan data pribadi secara komprehensif.

Dengan kondisi tersebut, berbagai pihak masih menanti kepastian arah kebijakan pemerintah dalam menjaga kedaulatan data di tengah kerja sama internasional yang semakin erat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup