Topeng Lampung Menari di Panggung Dunia: Festival Krakatau 2025 Angkat Budaya Sekura, Tuping, dan Nyubuk
Festival Krakatau atau K-Fest kembali digelar dengan semarak di Provinsi Lampung pada 1-6 Juli 2025. Tahun ini, festival budaya tahunan itu memusatkan sorotan pada kekayaan tradisi topeng khas masyarakat adat Lampung: Sekura, Tuping, dan Nyubuk, sebagai wujud pelestarian dan ekspresi identitas budaya yang kian langka namun sarat makna.
Topeng dalam budaya Lampung bukan sekadar hiasan wajah. Ia menyimpan jejak panjang sejarah, nilai-nilai sosial, hingga ekspresi kolektif masyarakat. Kepala Bidang Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) Provinsi Lampung, Bobby Irawan, menyebut, tema budaya topeng dipilih setelah melalui proses diskusi panjang bersama para pelaku budaya, sejarawan, dan tokoh adat.
“Topeng dalam budaya Lampung punya karakter yang kuat, unik, dan berakar pada nilai-nilai lokal. Inilah yang ingin kita angkat ke permukaan, bahkan hingga ranah global,” ujar Bobby, Sabtu, 5 Juli 2025.
Pada gelaran-gelaran sebelumnya, Festival Krakatau identik dengan pawai budaya dan atraksi gajah. Namun, perubahan kebijakan konservasi fauna memaksa penyelenggara berinovasi dalam format pertunjukan budaya. Sejak 2023, wajah festival mulai berubah: topeng tradisional tampil menjadi ikon utama, membawa pesan kearifan lokal dalam bentuk yang lebih artistik dan ramah lingkungan.
Ada tiga jenis topeng utama yang diangkat: Sekura, topeng warna-warni dari Lampung Barat yang sarat dengan nuansa pesta dan persaudaraan; Tuping, karakteristik topeng dengan dua belas ekspresi khas dari Lampung Selatan; serta Nyubuk, tradisi simbolik dalam pencarian jodoh ala masyarakat adat Pepadun.
“Sekura telah ada sejak abad ke-8 dan tetap lestari hingga hari ini di masyarakat Lampung Barat. Kami ingin membumikan kembali nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya,” jelas Bobby.
Harapan besar digantungkan pada Festival Krakatau tahun ini: agar budaya topeng Lampung tak hanya dikenal di tingkat nasional, tetapi juga mampu menembus panggung kebudayaan dunia. Menurut Bobby, topeng-topeng tradisional ini tak hanya artistik, tapi juga sarat makna sosial: tentang penyamaran, pengakuan identitas, hingga ritus peralihan dalam masyarakat.
“Karakter topeng Lampung itu kuat, unik, dan penuh filosofi. Kami optimistis suatu saat ia bisa diakui sebagai warisan budaya dunia,” tambahnya.
Gelaran Festival Krakatau ke-34 tahun ini tak hanya menyuguhkan parade topeng. Rangkaian acaranya padat dan meriah, meliputi:
• Festival Kanik’an, ajang seni budaya masyarakat Lampung,
• Pameran pasar wisata dan UMKM ekonomi kreatif,
• Lomba kreasi sambal seruit khas Lampung,
• Lampung Mask Street Carnaval,
• Krakatau Run, dan
• Malam Pesona Kemilau K-Fest.
Dengan mengangkat topeng sebagai elemen utama, Festival Krakatau membuktikan bahwa tradisi bukanlah barang usang. Ia bisa hidup berdampingan dengan kreativitas zaman, bahkan menjadi jendela dunia untuk mengenal wajah Lampung yang penuh warna dan cerita.