Kejagung Sita Rp11 Triliun dari Wilmar Group, Uang Diserahkan untuk Tutupi Kerugian Negara
Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) menyita uang senilai Rp11,88 triliun dari lima korporasi yang tergabung dalam PT Wilmar Group. Penyitaan ini dilakukan dalam perkara dugaan korupsi fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya yang terjadi pada tahun 2022.
Uang tersebut kini disimpan di rekening penampungan Kejaksaan Agung dan akan digunakan untuk menutupi kerugian negara yang timbul akibat tindak pidana korupsi tersebut.
Dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (20/10/2025), Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Sutikno, menjelaskan bahwa uang belasan triliun tersebut disita dari lima entitas korporasi di bawah PT Wilmar Group, yakni:
• PT Multimas Nabati Asahan
• PT Multi Nabati Sulawesi
• PT Sinar Alam Permai
• PT Wilmar Bioenergi Indonesia
• PT Wilmar Nabati Indonesia
“Kelima terdakwa korporasi telah diputus bebas oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Namun, kami telah mengajukan upaya hukum kasasi dan prosesnya kini masih berjalan di Mahkamah Agung,” ujar Sutikno.
Sutikno merinci bahwa total kerugian negara mencapai Rp11.880.351.802.619,00 yang terdiri dari:
• Kerugian keuangan negara
• Keuntungan ilegal (illegal gain)
• Kerugian terhadap perekonomian negara
Audit dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM).
Berikut rincian nilai kerugian per perusahaan:
• PT Multimas Nabati Asahan: Rp3,99 triliun
• PT Multi Nabati Sulawesi: Rp39,75 miliar
• PT Sinar Alam Permai: Rp483,96 miliar
• PT Wilmar Bioenergi Indonesia: Rp57,3 miliar
• PT Wilmar Nabati Indonesia: Rp7,3 triliun
Menurut Kejagung, pada 23 dan 26 Mei 2025, seluruh uang kerugian tersebut telah dikembalikan oleh kelima terdakwa korporasi secara penuh.
“Uang tersebut kami simpan di rekening penampungan di Bank Mandiri atas nama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus. Uang ini kami sita sepenuhnya untuk kepentingan pemeriksaan tingkat kasasi,” jelas Sutikno.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga telah memasukkan penyitaan uang ini ke dalam memori tambahan kasasi, agar bisa menjadi bahan pertimbangan Majelis Hakim Agung dalam pengambilan putusan akhir. Diharapkan uang ini dapat dikompensasikan sebagai pengganti seluruh kerugian negara.
Meski Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat sebelumnya menyatakan bahwa para terdakwa terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dalam dakwaan primer dan subsider JPU, namun hakim menilai perbuatan tersebut bukan tindak pidana, atau dikenal sebagai ontslag van alle recht vervolging.
Akibatnya, para terdakwa dibebaskan dari tuntutan hukum, dan diperintahkan untuk dipulihkan hak, kedudukan, dan martabatnya seperti semula.
Namun, Kejagung menolak putusan tersebut dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Para korporasi dalam perkara ini didakwa dengan pasal-pasal berat terkait korupsi:
Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Kejaksaan Agung menegaskan bahwa penyitaan uang dari korporasi besar seperti Wilmar Group menjadi langkah penting dalam upaya pemulihan aset negara akibat korupsi berskala besar.
“Kami tetap fokus mengejar kerugian negara dan memastikan uang hasil kejahatan kembali ke kas negara,” tegas Sutikno.
Dengan proses kasasi masih berjalan, publik kini menanti sikap Mahkamah Agung terhadap keberadaan dana triliunan rupiah yang telah disita negara dari para korporasi tersebut.
Foto : Antara