Cegah Keracunan, Dapur Makan Bergizi Gratis di Slipi Terapkan Prosedur Ketat hingga Food Testing
Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Palmerah di Slipi, Jakarta Barat, menekankan pentingnya penerapan Critical Control Point (CCP) atau titik kendali kritis dalam setiap tahapan pengolahan Makan Bergizi Gratis (MBG). Langkah ini dinilai krusial untuk menjaga kualitas makanan serta mencegah kejadian luar biasa seperti keracunan massal.
Koordinator SPPG Wilayah Jakarta Barat, Yudha Permana, mengatakan sistem pengawasan dan pengendalian ketat telah diterapkan sejak hampir setahun program ini berjalan. Hasilnya, tidak ada satu pun laporan insiden keamanan pangan.
“Kurang lebih 10–11 bulan kita melaksanakan tugas ini, melayani siswa, dan tidak ada satu pun kejadian luar biasa seperti keracunan. Kejadian seperti itu bisa diminimalisir bila kita menjaga critical control point,” kata Yudha dikutip, Selasa (23/9/2025).
Pengawasan Dimulai dari Menu hingga Distribusi
Yudha menjelaskan, titik kendali kritis diterapkan sejak tahap perencanaan menu. Setiap menu wajib memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG), dan tidak mengandung bahan yang berpotensi membahayakan, seperti susu berkadar gula tinggi.
“Menu disusun dengan memastikan AKG-nya terpenuhi. Dari pelatihan Badan Gizi Nasional (BGN), kami ditekankan untuk menghindari susu dengan kadar gula tinggi,” ungkapnya.
Selanjutnya, pengawasan dilanjutkan saat bahan baku diterima dari pemasok. Tim ahli gizi bersama petugas persiapan akan memeriksa kualitas bahan makanan, seperti kesegaran daging ayam.
“Saat bahan datang, kami cek langsung. Misalnya ayam, kami pastikan benar-benar segar sebelum diproses,” kata Yudha.
Bahan yang telah lolos seleksi akan dibersihkan dan disimpan sesuai kategori — protein hewani, nabati, dan sayuran — untuk mencegah kontaminasi silang yang dapat menyebabkan penyebaran bakteri seperti Salmonella.
Pengolahan Sesuai SOP dan Sertifikasi Penjamah Makanan
Proses pengolahan makanan dilakukan oleh petugas yang telah memiliki sertifikat penjamah makanan dari Dinas Kesehatan. Saat ini, total ada 50 pegawai di SPPG Palmerah yang terlibat dalam seluruh proses, dari hulu hingga hilir.
“Seluruh petugas sudah memiliki sertifikat. Mereka juga dibekali pelatihan dari Dinas Kesehatan agar memahami standar kebersihan dan penggunaan APD,” jelas Yudha.
Temperatur kematangan juga dijaga ketat agar semua bakteri yang mungkin ada dalam bahan makanan bisa mati. Setelah dimasak, makanan tidak langsung dikemas, tetapi didinginkan terlebih dahulu untuk menghindari munculnya uap atau “keringat” yang bisa menyebabkan makanan cepat basi.
“Kalau makanan ditutup saat masih panas, bisa muncul uap yang menimbulkan bau dan mempercepat pembusukan,” jelasnya.
Makanan kemudian dikemas rapat dalam ompreng (wadah makanan), dan setiap lima ompreng diikat menjadi satu unit. Hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi saat proses distribusi ke sekolah-sekolah.
“Kontaminasi bisa terjadi bukan hanya di dapur, tetapi juga saat pendistribusian. Karena itu, ompreng harus tertutup rapat dan diletakkan di atas meja atau palet, bukan di lantai,” ujar Yudha.
Tes Makanan Sebelum Didistribusikan
Sebelum MBG didistribusikan, petugas juga melakukan food testing untuk memastikan makanan dalam kondisi layak konsumsi.
“Dengan pengujian ini, kita bisa tahu apakah makanan sudah basi atau belum sebelum sampai ke siswa,” katanya.
Saat ini, SPPG Palmerah melayani 12 sekolah serta kelompok 3B (Busui, Bumil, dan Balita) sebanyak 328 titik layanan. Total penerima manfaat mencapai 3.716 orang.
“Kami memiliki tim lengkap, mulai dari ahli gizi, petugas dapur, sopir, hingga bagian kebersihan. Semua saling mendukung demi menjaga kualitas dan keamanan makanan MBG,” pungkas Yudha.
Foto : Antara