Tragedi di Tengah Pesta: Tiga Nyawa Melayang di Acara Pernikahan Anak Dedi Mulyadi
Sebuah pesta rakyat yang digadang-gadang menjadi ajang hiburan dan kebahagiaan untuk warga Garut justru berakhir tragis. Tiga orang meninggal dunia, termasuk seorang anak berusia 8 tahun, akibat insiden desak-desakan massa dalam acara pernikahan anak tokoh nasional Dedi Mulyadi di Lapangan Oto Iskandar Dinata, Jumat (18/7/2025).
Acara tersebut merupakan rangkaian perayaan pernikahan antara Maula Akbar Mulyadi Putra, putra sulung Dedi Mulyadi, dengan Wakil Bupati Garut, Luthfianisa Putri Karlina. Ribuan warga dari berbagai penjuru tumpah ruah ke lokasi sejak pagi hari demi menyaksikan hiburan gratis dan menikmati suguhan kuliner tanpa biaya.
Namun, antusiasme warga tak dibarengi kesiapan penyelenggara. Kerumunan membludak, pengamanan minim, dan fasilitas pengendali massa nyaris tak terlihat. Ketika pintu dibuka sekitar pukul 13.00 WIB, kekacauan mulai tak terkendali. Warga berebut masuk tanpa antrean jelas, menciptakan gelombang dorong-mendorong yang memicu kepanikan.
“Saya lihat dari awal orang udah dorong-dorongan. Petugas nggak ada yang ngatur. Begitu dibuka, semua langsung lari,” kata Egi (28), salah satu warga yang hadir.
Insiden mencapai puncaknya saat massa menyesaki area utama. Sejumlah orang terjatuh dan terinjak, sementara tim medis kewalahan mengevakuasi warga yang pingsan karena sesak napas dan kepanikan. Ambulans pun kesulitan masuk akibat akses yang terblokir oleh ribuan orang.
Tiga korban tewas dalam kejadian ini adalah:
• Vania Aprilia (8), warga Sukamentri, Garut Kota
• Dewi Jubaedah (61), warga lokal yang turut hadir
• Bripka Cecep Saeful Bahri (39), anggota kepolisian yang sedang bertugas mengamankan lokasi
Duka menyelimuti keluarga korban. Mela Puri, ibu dari Vania, tak kuasa menahan tangis saat menceritakan anaknya yang hanya ingin menikmati acara.
“Anak saya cuma mau lihat pertunjukan, makan-makan. Tapi malah begini jadinya…,” ucapnya lirih dengan mata sembab.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak panitia maupun Pemerintah Kabupaten Garut. Namun kritik dari masyarakat mulai bermunculan, menyoroti buruknya manajemen acara yang melibatkan tokoh publik berskala nasional.
Saksi di lapangan menyebut tak ada jalur evakuasi yang memadai dan komunikasi antarpetugas sangat minim. Warga bahkan harus bahu-membahu membantu korban yang terjatuh tanpa panduan resmi.
“Kejadian ini harus jadi pelajaran. Jangan sampai dianggap sepele karena melibatkan tokoh besar,” ujar Deni, warga yang ikut membantu mengevakuasi korban luka.
Alih-alih menjadi pesta kebahagiaan, acara megah ini berubah menjadi tragedi kolektif yang menyisakan luka mendalam bagi masyarakat Garut. Warga pun berharap pemerintah segera mengevaluasi sistem keamanan dan manajemen massa untuk semua acara besar, tanpa memandang siapa penyelenggaranya.