Lima Warisan Budaya Natuna Ditetapkan sebagai WBTb Nasional, Simbol Hidupnya Peradaban di Ujung Negeri
Di balik hamparan laut biru dan langit luas di ujung utara Indonesia, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, menyimpan kekayaan budaya Melayu yang tumbuh subur di tengah ombak perbatasan negeri. Letaknya yang berhadapan langsung dengan Malaysia menjadikan identitas Melayu terasa kuat dalam kehidupan masyarakat mulai dari bahasa, adat istiadat, musik, hingga seni pertunjukan.
Namun, kedekatan itu juga membawa tantangan. Ancaman klaim budaya serumpun membuat pemerintah daerah sadar betul pentingnya menjaga warisan leluhur. Sejak berdiri sebagai kabupaten, pelestarian budaya menjadi bagian penting dari arah pembangunan Natuna, bukan hanya untuk mempertahankan tradisi, tapi juga meneguhkan jati diri di tengah arus globalisasi.
Jejak Pelestarian Panjang
Upaya pelindungan budaya lokal mulai menunjukkan hasil sejak 2014, saat Seni Teater Mendu pertunjukan rakyat yang memadukan drama, musik, dan tari ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia. Disusul Gasing dan Lang-Lang Buana pada 2016, serta Betingkah Alu Selesung pada 2021.
Pandemi COVID-19 sempat memperlambat langkah pelestarian. Namun, semangat masyarakat dan budayawan Natuna tak pernah padam. Setelah tiga tahun vakum, kerja keras itu terbayar. Pada 10 Oktober 2025, lima karya budaya asal Natuna resmi ditetapkan sebagai WBTb nasional: Hadrah Natuna, Tari Tupeng Bunguran, Nyuloh Natuna, Kuah Tige, dan Tabel Mando.
“Prosesnya panjang dan penuh tantangan, tapi berkat kerja sama semua pihak, lima karya budaya ini akhirnya diakui secara nasional,” ujar Hadisun, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan Kabupaten Natuna.
Lika-Liku di Balik Pengakuan
Setiap karya budaya yang diusulkan menjadi WBTb harus memenuhi kriteria ketat—mulai dari dokumentasi lengkap hingga bukti bahwa tradisi itu masih hidup di tengah masyarakat. Keberadaan maestro atau pelaku budaya aktif juga menjadi indikator penting agar tradisi tetap berkelanjutan.
Salah satu tradisi yang menarik perhatian adalah Nyuloh Natuna, ritual penyembuhan yang kini menjadi pertunjukan budaya tentang harmoni manusia dan alam. Sementara Kuah Tige, kuliner khas masyarakat pesisir, menjadi simbol persatuan dan kini diangkat sebagai ikon gastronomi daerah.
Adapun Hadrah Natuna dan Tari Tupeng Bunguran memperlihatkan bagaimana seni pertunjukan tumbuh dari nilai religius dan filosofi kehidupan masyarakat nelayan. Kedua kesenian ini tidak hanya memperindah panggung, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dan spiritual antarwarga.
Benteng Budaya di Ujung Negeri
Bagi masyarakat Natuna, pelestarian budaya bukan sekadar menjaga warisan leluhur, tetapi juga strategi mempertahankan identitas bangsa di wilayah perbatasan. Lima warisan budaya yang diakui secara nasional kini menjadi kebanggaan baru bukti bahwa di ujung negeri, di antara angin laut dan debur ombak, kebudayaan tetap hidup, dijaga, dan diwariskan dengan cinta.
Natuna bukan hanya benteng pertahanan negara, tetapi juga benteng kebudayaan bangsa.
Foto : Antara








