Pameran Budaya Museum NTB Jadi Sorotan di Tengah Riuh MotoGP Mandalika 2025

Gelaran MotoGP Mandalika 2025 tak hanya menyuguhkan adrenalin balapan kelas dunia, tetapi juga pesona budaya lokal yang memikat. Salah satu yang mencuri perhatian adalah pameran budaya bertajuk “Lombok–Sumbawa Museum of Civilization” yang digelar oleh Museum Negeri Nusa Tenggara Barat (NTB) di kawasan Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menilai pameran tersebut menjadi bentuk sinergi ideal antara olahraga, pariwisata, dan kebudayaan. Ia menyebut langkah Pemerintah Provinsi NTB memanfaatkan momentum ajang internasional ini sebagai strategi cerdas untuk memperkenalkan kekayaan budaya Nusantara kepada dunia.

“Ini sangat bagus. Pemerintah NTB memanfaatkan betul momentum MotoGP, di mana orang dari seluruh dunia datang ke sini. Pameran budaya seperti ini memperkaya pengalaman wisata para pengunjung,” ujar Susiwijono saat meninjau Mandalika, Sabtu (4/10/2025).

Dalam kunjungannya, Susiwijono meninjau perkembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, menyaksikan sprint race MotoGP, dan menyempatkan diri mengunjungi pameran yang menampilkan sejarah panjang masyarakat Lombok dan Sumbawa. Ia mengaku terkesan dengan koleksi artefak yang menggambarkan keunikan Suku Sasak, kain tenun tradisional, hingga artefak peninggalan sejarah lokal.

“Acara-acara besar seperti ini sebaiknya disertai dengan pameran budaya, supaya pengunjung bisa melihat sisi lain dari NTB, tidak hanya dari sisi wisatanya saja,” tambahnya.

Pameran “Lombok–Sumbawa Museum of Civilization” menampilkan tiga kategori utama: sejarah, seni rupa, dan wastra. Salah satu koleksi paling menarik adalah dokumentasi tentang letusan Gunung Samalas tahun 1257, yang disebut sebagai salah satu letusan gunung berapi terbesar di dunia pada masa Holosen dengan skala 7 di Volcanic Explosivity Index (VEI).

Kepala Museum NTB, Ahmad Nuralam, menjelaskan bahwa erupsi Samalas memiliki dampak global karena abu vulkaniknya menyebar hingga menutupi hampir separuh dunia. Museum juga menampilkan miniatur tiga dimensi letusan Gunung Samalas-Rinjani dan Tambora, Arca Siwa Mahadewa, naskah Babat Lombok, serta kain tenun tradisional seperti tembe songke khas Bima dan kre alang khas Sumbawa.

“Koleksi-koleksi ini bukan sekadar benda sejarah, tapi kisah tentang peradaban manusia yang hidup berdampingan dengan alam dan keyakinan spiritualnya,” ujar Nuralam.

Naskah Babat Lombok menjadi salah satu artefak penting yang menegaskan tradisi tulis masyarakat setempat. Naskah itu tidak hanya merekam bencana letusan Samalas, tetapi juga menggambarkan daya tahan budaya dan semangat masyarakat Lombok dalam menghadapi perubahan zaman.

Kain tembe songke dan kre alang yang dipamerkan juga sempat menjadi koleksi unggulan di Islamic Arts Biennale di Jeddah pada awal 2025. Keduanya menampilkan keanggunan wastra Nusantara yang diwariskan turun-temurun dan kini diakui di kancah internasional.

“Kami ingin menunjukkan bahwa NTB memiliki peradaban besar yang tumbuh dari interaksi manusia, alam, dan kepercayaan. Pameran ini adalah cara kami memperkenalkan kisah itu kepada dunia,” pungkas Nuralam.

 

 

 

 

Foto : Istimewa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup