Ustadz di Bekasi Jadi Tersangka Rudapaksa Anak Angkat dan Keponakan: Polisi Ungkap Modus dan Bukti

  • Wajah lesu tampak dari Masturo (52), seorang ustadz yang kini ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus rudapaksa terhadap anak di bawah umur dan kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga, yang melibatkan anak angkat serta keponakannya sendiri di Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi.

Ekspresi tak berdaya terlihat jelas saat Masturo digelandang oleh anggota Satreskrim Polres Metro Bekasi dalam konferensi pers yang digelar pada Senin, 29 September 2025. Dengan mengenakan baju tahanan oranye dan tangan terborgol, tersangka dibawa ke hadapan awak media yang telah menunggunya di Aula Polres Metro Bekasi.

Saat ditanya wartawan, Masturo hanya menjawab singkat.
“Pak, gimana kabarnya?” tanya seorang wartawan.
“Sehat-sehat,” jawabnya pelan, sebelum kembali digiring aparat.

Kapolres Metro Bekasi, Kombes Pol Mustofa, menjelaskan bahwa Masturo sebenarnya telah diamankan sejak sepekan sebelumnya, jauh sebelum kasus ini mencuat ke publik atau dibahas dalam podcast Dr. Richard.

“Perlu saya luruskan, tersangka ini sudah kami amankan sebelum ramai di publik. Kenapa belum dirilis? Karena kami masih menguatkan keterangan saksi dan barang bukti terlebih dahulu,” ujar Mustofa.

Perbuatan Keji Terhadap Dua Korban

Hasil penyidikan mengungkap bahwa Masturo telah berkali-kali melakukan persetubuhan terhadap dua korban:

Korban Z: Anak angkat, menjadi korban sejak usia 14 tahun (2017) hingga 27 Juni 2025 (usia 22 tahun).

Korban S: Keponakan, menjadi korban sejak usia 15 tahun (2013) hingga 2023 (usia 20 tahun).

Menurut Kapolres, modus yang digunakan adalah dengan meminta korban mengirimkan foto dan video tidak senonoh, disertai imbalan uang dari pelaku. Polisi telah mengantongi berbagai bukti, termasuk hasil visum, chat di ponsel, serta video dan foto tak senonoh yang memperkuat dugaan tindak pidana.

Masturo dijerat dengan Pasal 81 UU Perlindungan Anak jo Pasal 76D, yang mengatur tentang persetubuhan terhadap anak.

“Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara. Bukti yang ada cukup kuat, baik dari visum korban Z maupun S, yang menunjukkan telah terjadi kekerasan seksual,” tegas Mustofa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup