Revitalisasi 120 Bahasa Daerah Digenjot Kemendikbud: Perkuat Jati Diri Bangsa di Tengah Arus Global
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa terus menggencarkan program revitalisasi bahasa daerah sebagai langkah strategis menjaga kekayaan linguistik Indonesia. Tahun ini, sebanyak 120 bahasa daerah ditargetkan untuk direvitalisasi demi memperkuat jati diri bangsa di tengah derasnya arus globalisasi.
“Tiga bahasa daerah di Kalimantan Timur sudah direvitalisasi, yaitu Bahasa Kenyah, Bahasa Melayu Kutai, dan Bahasa Paser. Tahun ini, kami tambah dua lagi di Kalimantan Utara, yakni Bahasa Bulungan dan Bahasa Tidung,” ungkap Kepala Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Timur, Asep Juanda, dalam keterangannya di Samarinda, Sabtu (6/9/2025).
27 Bahasa Daerah di Bawah Naungan Balai Bahasa Kaltim
Menurut Asep, wilayah kerja Balai Bahasa Kalimantan Timur mencakup dua provinsi, yaitu Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Total terdapat 27 bahasa daerah yang tersebar di dua wilayah tersebut—16 bahasa di Kaltim dan 11 bahasa di Kaltara.
“Pelestarian bahasa-bahasa ini bukan hanya soal dokumentasi, tapi lebih pada bagaimana bahasa itu bisa kembali hidup, terutama di kalangan generasi muda,” ujarnya.
Salah satu strategi yang diterapkan adalah melalui Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI). Festival ini menjadi ruang kreatif bagi siswa SD dan SMP untuk menggunakan kembali bahasa ibu mereka dalam berbagai bentuk lomba, seperti bercerita, menulis cerpen, mendongeng, hingga stand-up comedy berbahasa daerah.
Tri Gatra Bangun Bahasa: Pilar Pelestarian Bahasa di Indonesia
Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kemendikbudristek, Hafidz Muksin, menyampaikan bahwa program revitalisasi ini merupakan implementasi nyata dari semangat Tri Gatra Bangun Bahasa, yang terdiri dari:
1. Lestarikan Bahasa Daerah
2. Utamakan Bahasa Indonesia
3. Internasionalkan Bahasa Indonesia
“Ketiganya saling menopang. Melestarikan bahasa daerah adalah bagian penting dalam menjaga identitas lokal, sementara mengutamakan Bahasa Indonesia menjadi alat pemersatu, dan internasionalisasi menjadi wujud kebanggaan di mata dunia,” kata Hafidz.
Sebagai bentuk penguatan literasi, pemerintah juga mencetak dan mendistribusikan lebih dari 21 juta eksemplar buku bacaan bermutu setiap tahun, khususnya ke sekolah-sekolah yang memiliki indeks literasi rendah. Hasilnya, terjadi peningkatan signifikan pada capaian literasi berdasarkan data Asesmen Nasional.
Tak hanya itu, pemerintah juga telah memberikan dukungan terhadap 340 komunitas literasi di berbagai daerah pada tahun 2023, sebagai upaya memperluas ekosistem baca tulis di masyarakat.
Bahasa Indonesia Mendunia
Pilar ketiga dalam Tri Gatra, yaitu internasionalisasi Bahasa Indonesia, turut mencetak prestasi membanggakan. Pada 2023 lalu, Bahasa Indonesia secara resmi ditetapkan sebagai bahasa resmi Sidang Umum UNESCO—langkah yang menandai pengakuan internasional terhadap bahasa persatuan Indonesia.
Lebih dari itu, Universitas Al-Azhar, Mesir, salah satu institusi pendidikan tertua dan paling berpengaruh di dunia Islam, telah membuka Program Studi Bahasa Indonesia yang akan mulai berjalan pada 20 September 2025.
“Ini adalah momentum bersejarah yang menunjukkan bahwa Bahasa Indonesia semakin mendapat tempat di panggung global,” tambah Hafidz.
Jati Diri Bangsa di Tengah Tantangan Global
Program revitalisasi bahasa daerah menjadi salah satu langkah penting menghadapi tantangan globalisasi yang kian mengikis budaya lokal. Di tengah derasnya pengaruh budaya luar, pelestarian bahasa ibu menjadi fondasi menjaga jati diri dan warisan leluhur.
“Bahasa adalah identitas. Ketika bahasa daerah punah, hilang pula sebagian dari sejarah dan kearifan lokal kita,” tegas Asep.
Pemerintah berharap melalui pendekatan yang partisipatif dan edukatif, generasi muda Indonesia dapat tumbuh dengan rasa bangga terhadap bahasa dan budaya daerah mereka. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya kuat dalam keberagaman, tetapi juga solid dalam identitas kebangsaan.
Foto : Antara