Mahasiswa Temui DPR, Desak Pembentukan Tim Investigasi dan Pengesahan RUU Perampasan Aset
Sejumlah organisasi mahasiswa dari berbagai universitas menyambangi Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (3/9/2025), guna menyampaikan tuntutan langsung kepada para pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Mereka mendesak pemerintah dan DPR menanggapi berbagai isu krusial, mulai dari investigasi kerusuhan hingga pengesahan RUU Perampasan Aset.
Organisasi mahasiswa yang hadir dalam aksi audiensi tersebut antara lain Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia, BEM Universitas Trisakti, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), serta Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Para perwakilan diterima langsung oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Cucun Ahmad Syamsurizal di Ruang Abdul Muis, Gedung Nusantara (yang kerap disebut sebagai “Gedung Kura-Kura”).
Mewakili BEM UI, Agus Setiawan menyampaikan bahwa mahasiswa datang membawa suara rakyat yang selama ini telah disuarakan secara luas di media sosial.
“Saya berharap kita ingat kembali amanat rakyat agar betul-betul bisa kita perjuangkan,” kata Agus saat memberikan pernyataan di hadapan para pimpinan DPR.
Salah satu tuntutan utama mahasiswa adalah pembentukan tim investigasi independen guna mengusut tuntas insiden kerusuhan yang terjadi dalam beberapa aksi demonstrasi terakhir. Mereka menilai, investigasi penting agar tuduhan terkait upaya makar yang sebelumnya disampaikan Presiden Prabowo Subianto dapat diuji secara objektif.
“Kalau memang benar ada dalang kerusuhan, temukan dan buktikan. Tapi kalau tidak, jangan stigmatisasi gerakan mahasiswa sebagai makar,” tegas Agus.
Selain itu, mahasiswa juga mendesak agar DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset, serta menindak aparat yang terbukti melakukan kekerasan terhadap massa aksi.
Hal senada disampaikan Jili Colin, perwakilan dari BEM Universitas Trisakti. Ia menegaskan bahwa mahasiswa tidak mungkin melakukan aksi anarkistis, dan justru terganggu oleh keberadaan provokator yang menciptakan kekacauan dalam unjuk rasa.
“Kami ini kaum terpelajar. Tidak mungkin kami melakukan anarkisme. Tapi yang jadi masalah adalah provokator yang menyusup, menghambat kami untuk bergerak,” ujar Jili.
Ia juga menyindir besarnya tunjangan dan fasilitas yang diterima para anggota DPR RI, yang menurutnya kontras dengan kondisi rakyat di lapangan.
“Di tengah kemewahan anggota dewan, ada seorang anak perempuan yang meninggal karena tubuhnya dipenuhi cacing. Ini ironi yang seharusnya menyentuh nurani kita semua,” imbuh Jili.
Mahasiswa menutup pertemuan dengan menyerahkan daftar 17+8 tuntutan rakyat, yang selama ini sudah banyak digaungkan lewat media sosial. Mereka berharap DPR tak hanya mendengar, tetapi juga mengambil langkah konkret dalam waktu dekat.
Foto : Antara







