Usulkan Tiga Opsi, Anggota DPR: Payment ID Jangan Jadi Ancaman Privasi Warga

Anggota Komisi I DPR RI Sarifah Ainun Jariyah mengajukan tiga alternatif kebijakan terkait wacana pemerintah menerapkan sistem Payment ID untuk transaksi digital. Usulan ini muncul di tengah kekhawatiran publik atas keamanan data pribadi dan kesiapan infrastruktur.

“Tiga opsi itu adalah perbaikan sistem pajak dengan kompensasi otomatis, penundaan Payment ID hingga keamanan data siap, dan penerapan model pelaporan berkala, bukan per transaksi,” kata Sarifah dalam keterangannya di Jakarta, Senin (11/8/2025).

Menurutnya, kebijakan pelaporan transaksi keuangan memang sudah diterapkan di beberapa negara, namun selalu diiringi insentif bagi warga. Ia mencontohkan Australia yang memberi tax refund 10–15 persen bagi wajib pajak.

“Sistem kita belum siap memberi penghargaan serupa. Kita harus belajar dari negara lain: insentif, bukan paksaan. Perlindungan, bukan eksploitasi,” tegas legislator asal Banten itu.

Sarifah membeberkan alasan di balik usulan tersebut:

• Sistem perpajakan belum optimal – Data Ditjen Pajak menunjukkan hanya 16,5 juta wajib pajak aktif dari 275 juta penduduk.

• Infrastruktur digital rentan – Indonesia Data Protection Authority mencatat 3.814 kasus kebocoran data sepanjang 2023–2024.

• Perlindungan hukum lemah – Kasus kebocoran data BPJS Kesehatan 2023 menimpa 279 juta orang tanpa kompensasi layak. PPATK juga melaporkan 120 ribu rekening diperjualbelikan di media sosial dan e-commerce.

• Data belum terintegrasi – KTP dan NPWP di perbankan belum sinkron sehingga berpotensi memicu masalah teknis saat implementasi.

Kementerian Keuangan sebelumnya menegaskan wacana Payment ID masih dalam tahap kajian. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut, setiap kebijakan baru harus mempertimbangkan perlindungan data pribadi secara matang.

 

 

 

Foto: Inixindo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup