Kurikulum Berbasis Cinta Diluncurkan: Guru Madrasah Diminta Didik Siswa dengan Hati dan Kesadaran

Kementerian Agama resmi meluncurkan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) di Makassar, Sulawesi Selatan, sebagai bagian dari transformasi pendidikan madrasah di Indonesia. Kurikulum ini disebut-sebut membawa misi mulia: menanamkan nilai-nilai cinta dan kesadaran dalam proses belajar mengajar.

Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah Kementerian Agama, Thobib Al Asyhar, menegaskan bahwa KBC bukanlah sekadar dokumen administratif baru yang membebani guru.

“Kurikulum ini bukan kerja formil, tapi sebuah pendekatan kehidupan. Cinta itu adalah kurikulum kehidupan, seperti yang disampaikan Pak Menteri,” ujarnya dalam forum bersama Kelompok Kerja Guru (KKG) MAN 2 Makassar, dikutip Sabtu (26/7/2025).

Menurut Thobib, inti dari KBC adalah consciousness atau kesadaran. Guru harus sadar atas perannya sebagai penerang, pembimbing, dan teladan akhlak bagi siswa.

“Kesadaran ini penting agar guru tidak hanya mentransfer ilmu, tapi juga menumbuhkan karakter dan kemuliaan akhlak,” ujarnya.

Thobib juga menanggapi usulan guru agar KBC dikolaborasikan dengan pendekatan deep learning atau pembelajaran mendalam. Ia menyatakan bahwa kedua pendekatan tersebut sangat mungkin diintegrasikan.

“Tidak ada masalah. Keduanya sama-sama pendekatan. Justru akan saling menguatkan, apalagi Kemenag punya program ekoteologi—cara pandang positif terhadap alam—yang juga menuntut pendekatan lintas nilai dan kesadaran,” jelasnya.

Tak hanya itu, ia juga mengajak para guru madrasah untuk mengembangkan pendekatan integratif dalam pengajaran. Guru mata pelajaran umum di madrasah, menurutnya, harus memiliki keunggulan dengan mampu menyisipkan nilai-nilai Islam ke dalam materi pembelajaran.

“Guru madrasah harus melahirkan lulusan yang memiliki keilmuan yang utuh, tidak terpisah antara sains dan spiritualitas,” tegasnya.

Sebagai dosen di program Magister Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia, Thobib mencontohkan warisan keilmuan Islam klasik sebagai model pendidikan integratif. Ia menyebut nama-nama besar seperti Ibnu Sina, Al-Biruni, Al-Thabari, dan Al-Khawarizmi sebagai bukti bahwa ilmu pengetahuan dan nilai keislaman bisa disatukan secara harmonis.

“Dalam khazanah Islam, banyak sekali kitab-kitab sains yang ditulis dengan semangat keimanan. Ini yang harus jadi inspirasi kita semua dalam mendidik generasi madrasah,” tutupnya.

 

 

 

 

Foto: Dok. Kemanterian Agama RI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup