Eksekusi Bangunan Liar di Babelan Bekasi Ricuh, Warga Hadang Alat Berat dan Petugas Satpol-PP

Eksekusi pembongkaran ratusan bangunan liar (bangli) di Desa Babelan Kota, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Rabu, 9 Juli 2025, berakhir ricuh. Sejumlah warga yang terdampak menolak proses pembongkaran dan melakukan penghadangan terhadap alat berat serta petugas gabungan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bekasi.

Aksi penolakan berlangsung di Kampung Pulo Timaha, lokasi ratusan bangli berdiri di atas lahan sempadan sungai dan jalan. Ketegangan meningkat ketika warga dan petugas terlibat adu mulut hingga aksi saling dorong. Seorang warga bahkan diamankan aparat karena dianggap memprovokasi massa.

Alvin (51), salah satu warga yang bangunannya dibongkar, mengaku kecewa karena merasa tidak ada mediasi sebelum eksekusi dilakukan. Ia menilai langkah pemerintah daerah terlalu terburu-buru dan memaksa.

“Tidak ada musyawarah sebelumnya. Tahu-tahu bangunan kami dianggap ilegal dan langsung dibongkar. Saya membangun di sini karena dulu ada oknum yang menawarkan lahan itu kepada saya,” ujar Alvin.

Ia mengaku telah tinggal di lokasi tersebut selama empat tahun dan kini belum memiliki tempat tinggal pengganti. Alvin juga menyampaikan kerugian materi yang ia alami.

“Renovasi bangunan saya saja dulu perlu sekitar Rp9 juta. Sekarang semua hilang, saya bingung mau tinggal di mana,” ucapnya.

Di tengah protes warga, petugas tetap melanjutkan eksekusi. Kepala Satpol PP Kabupaten Bekasi, Surya Wijaya, menyatakan bahwa pembongkaran dilakukan atas dasar pelanggaran terhadap garis sempadan sungai dan jalan.

“Hari ini kami mengeksekusi sekitar 420 bangunan liar. Secara total di Kabupaten Bekasi ada ribuan bangunan serupa yang akan ditertibkan,” kata Surya.
Ia menegaskan, meskipun menuai protes dari warga, eksekusi tetap dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan.

“Kami tidak bisa menoleransi pelanggaran seperti ini. Semua dilakukan untuk penataan kawasan agar lebih tertib dan aman,” ujarnya.

Eksekusi ini merupakan bagian dari upaya pemerintah daerah menertibkan permukiman ilegal yang dinilai mengganggu fungsi ruang publik serta membahayakan lingkungan, terutama di sekitar bantaran sungai.

Namun, di balik upaya penegakan aturan, nasib ratusan warga yang kehilangan tempat tinggal kini menggantung. Mereka berharap pemerintah menyediakan solusi pasca-eksekusi, bukan hanya menggusur tanpa arah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup