Banjir 1,5 Meter Landa Cikarang Utara, Warga Terpaksa Mengungsi di Warung dan Pinggir Jalan

Hujan deras yang mengguyur Kabupaten Bekasi sejak Senin sore, 7 Juli 2025, kembali memunculkan potret lama yang tak kunjung diatasi: banjir musiman yang melumpuhkan kehidupan warga. Kali ini, dua desa di Kecamatan Cikarang Utara, Tanjungsari dan Karangraharja terendam banjir hingga mencapai ketinggian 150 sentimeter.

Banjir mulai merendam kawasan permukiman sekitar pukul 23.00 WIB. Air yang meluap dari Sungai Kaliulu secara tiba-tiba mengepung rumah-rumah warga di Kampung Kaliulu. Dalam waktu singkat, ratusan kepala keluarga harus kehilangan tempat tinggal mereka untuk sementara waktu.

“Dari jam 11 malam sampai sekarang, tingginya sudah sepaha orang dewasa,” ujar Mulyana (36), seorang warga yang ditemui saat menjaga rumahnya yang terendam air.

Mulyana, bersama keluarganya, memilih bertahan di depan rumah. Ia belum mengungsi karena tidak tersedia tempat yang layak, terutama bagi anak-anak dan orang lanjut usia.

Nasib serupa dialami Rohimah (66), seorang lansia yang terpaksa mengungsi ke sebuah warung di pinggir Jalan Urip Sumoharjo. Rumahnya sudah tidak mungkin ditinggali karena seluruh bagian terendam air.

“Rumah gak bisa ditempati, semua sudah air. Saya ngungsi di warung ini saja. Gak ada pilihan lain,” katanya lirih.

Hingga berita ini ditulis, bantuan dari pemerintah dinilai masih minim. Warga baru menerima karpet dan selimut. Sementara kebutuhan mendesak seperti makanan siap saji, air bersih, dan obat-obatan belum tersedia.

“Tadi malam kami tidur tanpa karpet. Baru pagi ini dikasih karpet dan selimut. Tapi belum ada makanan dan obat,” kata Rohimah.

Desa Karangraharja dan Tanjungsari memang dikenal sebagai kawasan rawan banjir. Letaknya di dataran rendah dengan sistem drainase yang buruk membuat kawasan ini langganan terendam setiap musim hujan tiba. Warga mengeluhkan tidak adanya solusi jangka panjang meski banjir terjadi nyaris setiap tahun.

Pantauan di lokasi pada Selasa pagi, belum tampak satu pun tenda pengungsian yang didirikan pemerintah. Sebagian warga memilih bertahan di rumah dengan kondisi seadanya, sementara lainnya menumpang tidur di warung-warung kosong dan bahu jalan.

Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Bekasi, hingga saat ini, belum memberikan keterangan resmi. Petugas masih melakukan pendataan di sejumlah titik terdampak. Namun, warga menilai respons pemerintah terlalu lambat dan tidak sesuai dengan kondisi krisis yang mereka hadapi.

“Evakuasi sih ada, tapi bantuannya belum maksimal. Banyak warga yang tidur hanya beralaskan lantai dingin,” ujar Mulyana lagi.

Warga berharap pemerintah segera hadir memberikan penanganan yang konkret, baik bantuan darurat maupun solusi permanen untuk menanggulangi banjir yang terus berulang.

“Kalau tiap tahun banjir terus, capek pak. Kami butuh solusi, bukan janji,” tutupnya.

Tragedi banjir di Cikarang Utara ini sekali lagi menegaskan pentingnya pembenahan sistem drainase, perencanaan tata ruang yang berkelanjutan, serta mitigasi bencana yang terintegrasi. Jika tidak, masyarakat akan terus menjadi korban dari bencana yang seharusnya bisa dicegah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup